POP JAZZY YANG SELEZAT ES KRIM
Judul yang terpampang di sampul album terbaru Ecoutez (baca: ekute), POSITIVE bukan asal comot. Secara konsep, kata itu sangat mewakili keseluruhan album. Misalnya, single pertamanya yang berjudul Are You Really the One sama sekali tidak bertempo kendor. Lagu ini berkontur groovy dengan ketukan nada yang cenderung mengarah ke komposisi medium-upbeat. Dalam benak para personel Ecoutez, Delia (vokal), Ayi (gitar), Leo (bas), Iyas (keyboard), Jay (drum), mereka tak ingin membeo band-band yang menjamur belakangan ini, di mana semuanya menyuguhkan lagu ballad yang melankolik sebagai andalan. Menyodorkan single yang katakanlah bercorak positif mereka anggap sebagai refreshing, sesuatu yang menyegarkan.
Kesegaran itu juga selaras dengan konsep aransemen yang ditawarkan Ecoutez di album keduanya ini. Mendengarkan musik Ecoutez seperti menikmati sebuah es krim. Es krimnya itu sendiri diumpamakan musik pop, dan segala elemen penambah rasa yang ditaburkan di atasnya adalah jazz. Katakanlah pop yang dibalut aransemen jazz. Karena kami ingin musik Ecoutez bisa dinikmati siapa saja, ungkap Levi The Fly, yang sekali lagi menjadi Produser Eksekutif dan sekaligus pengarah musik untuk album Ecoutez ini.
Filosofi positif tidak cuma melingkupi sisi aransemen dan pengolahan komposisi, tapi juga meleber ke konsep lirik. Kendati menonjolkan tema cinta, namun penuturannya menjauhi segala aspek yang berkonotasi negatif. Misalnya, ada ungkapan jatuh cinta, patah hati atau emotional feeling lainnya. Dan semuanya dipandang dari sisi positifnya. Lirik yang penuh muatan harapan. Nggak ada orang yang mati karena masalah cinta. Tuhan menciptakan masalah pasti dengan solusinya juga. Setiap hari pasti ada harapan, begitu Ayi menggambarkan filosofi liriknya.
Di album keduanya atau yang pertama di bawah naungan Universal Music Indonesia ini, Ecoutez yang dibentuk di Jakarta, 1 November 2005 ini jelas jauh lebih siap secara materi musik. Pengalaman yang telah mereka lalui dan rasakan saat menggarap album perdananya, Ekute (2006) menjadi bekal berharga untuk meramu konsep musik di POSITIVe. Sekarang anak-anak Ecoutez jauh lebih terarah dan terkonsep, tutur Levi. Selain itu, di lini vokal, juga ada perkembangan yang signifikan. Kemampuan Delia menerjemahkan dan mengembangkan karakter lagu meningkat. Delia semakin mudah merespon konsep yang diinginkan personel Ecoutez lainnya.
Sebenarnya, pengolahan materi album yang dikerjakan di Studio 18 Jakarta ini bisa dikatakan rampung sejak tahun lalu. Namun kendala teknis sempat menghadang, di mana hard-disk komputer untuk menyimpan data-data rekaman jebol. Terpaksa, mau tidak mau mereka harus menjalani proses rekaman ulang. Tapi untungnya, menurut Ayi, ada hikmah berharga yang mereka petik dari musibah itu. Banyak ide yang tadinya tidak terpikirkan muncul saat proses rekaman ulang. Misalnya di lagu Mamamu, ada pen
ggunaan string dan sampling. Tadinya nggak terpikirkan, cetusnya, terus-terang.
Di samping itu, Levi menambahkan, proses penggarapan yang memakan waktu lama juga telah memberi keleluasaan dalam memilah-milah materi lagu. Para personel Ecoutez tidak menginginkan sebuah kemasan album yang hanya berisi segelintir single hit. Jadi kami benar-benar melakukan pemilihan materi lagu yang kami anggap kuat saja, baik dari segi materi, sisi jualannya, maupun aransemen, tandas Levi.
Maka, percayalah, 10 lagu baru yang ditawarkan Ecoutez di album ini adalah perahan terbaik yang lahir dari proses kreativitas total yang terkonsep dengan baik. Dan ya, bisa diumpamakan selezat es krim…. (*)
Judul yang terpampang di sampul album terbaru Ecoutez (baca: ekute), POSITIVE bukan asal comot. Secara konsep, kata itu sangat mewakili keseluruhan album. Misalnya, single pertamanya yang berjudul Are You Really the One sama sekali tidak bertempo kendor. Lagu ini berkontur groovy dengan ketukan nada yang cenderung mengarah ke komposisi medium-upbeat. Dalam benak para personel Ecoutez, Delia (vokal), Ayi (gitar), Leo (bas), Iyas (keyboard), Jay (drum), mereka tak ingin membeo band-band yang menjamur belakangan ini, di mana semuanya menyuguhkan lagu ballad yang melankolik sebagai andalan. Menyodorkan single yang katakanlah bercorak positif mereka anggap sebagai refreshing, sesuatu yang menyegarkan.
Kesegaran itu juga selaras dengan konsep aransemen yang ditawarkan Ecoutez di album keduanya ini. Mendengarkan musik Ecoutez seperti menikmati sebuah es krim. Es krimnya itu sendiri diumpamakan musik pop, dan segala elemen penambah rasa yang ditaburkan di atasnya adalah jazz. Katakanlah pop yang dibalut aransemen jazz. Karena kami ingin musik Ecoutez bisa dinikmati siapa saja, ungkap Levi The Fly, yang sekali lagi menjadi Produser Eksekutif dan sekaligus pengarah musik untuk album Ecoutez ini.
Filosofi positif tidak cuma melingkupi sisi aransemen dan pengolahan komposisi, tapi juga meleber ke konsep lirik. Kendati menonjolkan tema cinta, namun penuturannya menjauhi segala aspek yang berkonotasi negatif. Misalnya, ada ungkapan jatuh cinta, patah hati atau emotional feeling lainnya. Dan semuanya dipandang dari sisi positifnya. Lirik yang penuh muatan harapan. Nggak ada orang yang mati karena masalah cinta. Tuhan menciptakan masalah pasti dengan solusinya juga. Setiap hari pasti ada harapan, begitu Ayi menggambarkan filosofi liriknya.
Di album keduanya atau yang pertama di bawah naungan Universal Music Indonesia ini, Ecoutez yang dibentuk di Jakarta, 1 November 2005 ini jelas jauh lebih siap secara materi musik. Pengalaman yang telah mereka lalui dan rasakan saat menggarap album perdananya, Ekute (2006) menjadi bekal berharga untuk meramu konsep musik di POSITIVe. Sekarang anak-anak Ecoutez jauh lebih terarah dan terkonsep, tutur Levi. Selain itu, di lini vokal, juga ada perkembangan yang signifikan. Kemampuan Delia menerjemahkan dan mengembangkan karakter lagu meningkat. Delia semakin mudah merespon konsep yang diinginkan personel Ecoutez lainnya.
Sebenarnya, pengolahan materi album yang dikerjakan di Studio 18 Jakarta ini bisa dikatakan rampung sejak tahun lalu. Namun kendala teknis sempat menghadang, di mana hard-disk komputer untuk menyimpan data-data rekaman jebol. Terpaksa, mau tidak mau mereka harus menjalani proses rekaman ulang. Tapi untungnya, menurut Ayi, ada hikmah berharga yang mereka petik dari musibah itu. Banyak ide yang tadinya tidak terpikirkan muncul saat proses rekaman ulang. Misalnya di lagu Mamamu, ada pen
ggunaan string dan sampling. Tadinya nggak terpikirkan, cetusnya, terus-terang.
Di samping itu, Levi menambahkan, proses penggarapan yang memakan waktu lama juga telah memberi keleluasaan dalam memilah-milah materi lagu. Para personel Ecoutez tidak menginginkan sebuah kemasan album yang hanya berisi segelintir single hit. Jadi kami benar-benar melakukan pemilihan materi lagu yang kami anggap kuat saja, baik dari segi materi, sisi jualannya, maupun aransemen, tandas Levi.
Maka, percayalah, 10 lagu baru yang ditawarkan Ecoutez di album ini adalah perahan terbaik yang lahir dari proses kreativitas total yang terkonsep dengan baik. Dan ya, bisa diumpamakan selezat es krim…. (*)