"buat apa berhijab kalau belum
siap,lebih baik perbaiki hati dulu sebelum berhijab" itu status dari teman
facebook saya, mungkin kita sudah banyak sekali mendengar hal tersebut. terus
benar tidak sih pernyataan tersebut?
Antara hati dan perbuatan sebenarnya
sama-sama penting, sehingga tidak perlu dipilih mana yang harus diprioritaskan
terlebih dahulu . Kewajiban memakai hijab tidak pernah mensyaratkan seseorang harus
bersih dulu hatinya, Kewajiban itu langsung ada begitu seorang wanita muslimah masuk
usia akil baligh. Dan satu-satunya tanda bahwa dia sudah wajib memakai hijab
adalah tepat ketika dia mendapat haidh pertama kalinya. Saat itulah dia
dianggap oleh Allah SWT sudah waktunya untuk memakai hijab. Tidak perlu
menunggu ini dan itu, karena kewajiban itu sudah langsung dimulai saat itu
juga.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW kepada anak
wanita Abu Bakar ra, Asma’ binti Abu Bakar ra.Rasulullah SAW
bersabda,”WahaiAsma’, seorang wanita bila telah haidh maka tidak boleh nampak
darinya kecuali ini dan ini. Rasulullah SAW memberi isyarat kepada wajah dan
tapak tangannya.”Rasulullah SAW tidak mengatakan bahwa bila sudah bersih
hatinya, atau bila sudah baik perilaku atau hal-hal lain, namun secara tegas
beliau mengatakan bila sudah mendapat haidh. Artinya bila sudah masuk usia akil
baligh,maka wajiblah setiap wanita yang mengaku beragama Islam untuk menutup
auratnya. Dan uaratnya itu adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua
tapak tangan.Ketentuan ini juga diperkuat dengan firman Allah SWT di dalam
Al-Quran tentang kewajiban memakai hijab yang dapat menutupi kepala, rambut,
leher dan dada. Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,
kecuali yang nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
kedadanya…” (QS. An-Nur : 31) Namun bukan berarti kalau sudah pakai hijab, boleh
berhati jahat atau buruk. Tentu saja seorang wanita muslimah harus berhati
baik, berakhlaq baik dan berperilaku yang mencerminkan nilai keimanan dirinya.
Tapi semua itu bukan syarat untuk wajib pakai hijab. Sebab keduanya adalah
kewajiban yang tidak saling tergantung satu dengan yang lainnya.
Perempuan yang baik adalah yang bagus
agamanya, yang dimaksud ‘agamanya’ adalah agama dalam hati bukan dalam
penampilan. Pertanyaan, “Berarti lebih bagus perempuan tidak berhijab tapi baik
kelakuannya (beragama) daripada perempuan berhijab yang tidak beragama (tidak
baik kelakuannya)? Jawab: “Yang lebih bagus adalah perempuan yang berhijab dan
beragama sekaligus.”Kenapa? Realitas memperlihatkan kepada kita bahwa
perempuan berhijab lebih banyak yang beragama ketimbang perempuan yang tidak
memakaihijab.Jika ada perempuan tak memakai hijab tapi beragama (berakhlaq),
maka itu adalah pengecualian dari perempuan-perempuan tak berhijab yang
rata-rata kurang berakhlaq.Begitu pula jika ada perempuan berhijab tapi
tidak/kurang beragama, maka itu adalah pengecualian dari perempuan-perempuan
berhijab yang rata-rata beragama.Hijab adalah setengah petunjuk kalau wanita
yang memakai hijab tersebut adalah wanita beragama, setengahnya lagi adalah hati
atau perilaku kesehariannya.Bila perilaku keseharian seorang wanita muslimah
sudah bagus namun belum berhijab, segera lengkapi dengan hijab, agar
setengahnya terlengkapi dan menjadi sempurna. Begitu pula jika seorang wanita
muslimah sudah berhijab, namun akhlaq atau perilaku kesehariannya masih tidak
baik, segera lengkapi dengan akhlaq yang baik, agar setengahnya terlengkapi dan
menjadi sempurna.Jadi, jangan ada lagi orang yang berkata “Buat apa berhijab
kalau kelakuan seperti wanita tak beragama (tidak baik), lebih baik tidak
berhijab!!”Pernyataan itu keliru karena beberapa alasan: Pertama:
Alasan Syar’i Pernyataan tersebut sama dengan menyeru perempuan untuk melanggar
apa yang telah Allah perintahkan kepada wanita muslimah. Di dalam
Al-Quran Allah berfirman:“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka
mengulurkan hijabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzaab: 59)Kedua: Alasan Logis Dikatakan
sebelumnya bahwa wanita muslimah yang baik akhlaqnya namun tak berhijab baru
setengahnya menunjukkan kalau wanita tersebut beragama, karena setengahnya lagi
adalah hijab, berarti wanita yang tidak baik kelakuannya dan tidak berhijab,
tidak setengah pun menunjukkan bahwa wanita tersebut beragama. Maka, bukankah ini
lebih parah nilainya di mata agama? Oleh karena itulah pernyataan di atas tidak
menjadi solusi yang tepat.Solusi yang TepatBagi wanita muslimah yang sudah
berhijab dan merasa kalau akhlaq atau perilakunya masih jauh dari akhlaq
seorang wanita muslimah yang sebenarnya, tidak perlu terhasut dengan pernyataan
“Buat apa pakai hijab, kalau…. dst” lantas melepas hijabnya karena malu.Solusi
yang bijak adalah, biarkan hijab itu tetap melekat bersamanya sembari berusaha
untuk terus mengadakan perbaikan akhlaq atau perilakunya.Pernyataan Lain“Hijabi
hati dulu, baru hijabi penampilan”. Jika pernyataan ini memang pernah
terlontar dan pernah ada, alangkah bijak jika pernyataan ini kita ubah menjadi:
“Mengerudungi hati tak kalah penting dari mengerudungi penampilan”.Tentang
pernyataan pertama, dikarenakan perbaikan akhlaq adalah proses berkesinambungan
seumur hidup yang jelas bukan instan, dan dikarenakan tak ada yang dapat
menjamin bagaimana dan seperti apa hari esok dalam kehidupan kita? Maka menunda
berhijab dengan alasan memperbaiki akhlaq dulu adalah sesuatu yang tidak
semestinya dilakukan oleh wanita muslimah mana pun.Adapun pernyataan kedua,
memang demikianlah adanya, bacalah Al-Quran dantadabburi maknanya, maka kita
temukan bahwa hampir setiap kali Allah berfirman tentang wanita muslimah yang
baik (beragama), isinya adalah tentang “Bagaimana seharusnya wanita muslimah
itu berperilaku?” selebihnya adalah tentang “Bagaimana seharusnya wanita
muslimah itu berpenampilan?”. Jika berkenan bacalah QS. An-Nur ayat 31, At-Tahrim
ayat 5, 10, 11 dan 12, dan seterusnya.Pernyataan berikutnya adalah:“Hijab itu
bukan inti dari Islam!” Ya, saya pribadi setuju, memang bukan inti dari Islam,
tapi bagian penting dari Islam yang jika bagian itu tidak ada, maka terlalu
sulit untuk dikatakan “Ini Islam” sama sulitnya untuk dikatakan “Ini bukan
Islam”.
Hijab adalah identitas seorang
muslimah (wanita beragama Islam). Hijab lah yang memberi isyarat kepada
lelaki-lelaki muslim bahkan semua lelaki bahwa yang mengenakannyaadalah wanita
terhormat, sehingga sangat tidak pantas direndahkan dalam pandangan mereka,
kata-kata mereka, maupun perbuatan mereka (para lelaki).Allah SWT berfirman:
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan hijabnya ke seluruh
tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al-Ahzaab: 59)Kesimpulan “Identitas seorang wanita muslimah itu
adalah hijab dan akhlaqnya, akhlaq tanpa hijab kurang, sama kurangnya dengan hijab
tanpa akhlaq”.
sumber;
dakwatuna
(ickid7.blogspot)