Langsung ke konten utama

Al Quran adalah Wahyu Dari Allah SWT



Al Qur’an Adalah Wahyu Dari Allah


Al Quran atau Quran (bahasa Arab: القرآن al-Qur’ān) ialah kitab suci bagi umat Islam. Menurut ajaran Islam, Al Qur’an ialah wahyu yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantaraan malaikat Jibril yang sampai ke zaman sekarang secara Mutawatir. Perihal diturunkan Al Qur’an mempunyai kaitan rapat dengan Lailatul Qadar. Al Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad secara beransur-ansur dalam tempo 23 tahun.

Dalam salah satu ayat yang terdapat di dalam Al Qur’an Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Kami
-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar – benar memeliharanya”. ( Q.S Al Hijr (15) : 9 )

Lafa
dz Al Qur’an dari segi bahasa adalah bacaan atau himpunan huruf dan kalimah. Ini berdasarkan firman Allah:

Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakan-nya maka ikutilah bacaan itu” (Q.S. Al-Qiyaamah (75) : 17-18 )

Manakala dari segi istilah pula, Al Qur’an ialah kalam
ullah yang bermukjizat diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantaraan Malaikat Jibril dalam bahasa Arab, diriwayatkan secara Mutawatir dan membaca setiap hurufnya adalah ibadah, bermula dari Q.S. al-Fatihah dan berakhir dengan Q.S. an-Naas.

Bukti Al Qur’an Datang Dari Allah

Mengenai bukti bahawa Al Qur’an itu datang dari Allah, dapat dilihat dari kenyataan bahawa Al Qur’an adalah sebuah kitab berbahasa Arab yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Dalam menentukan dari mana asal Al Qur’an, akan kita dapatkan tiga kemungkinan.

* Pertama, kitab itu merupakan karangan orang Arab.
 * Kedua, karangan Muhammad SAW.
 * Ketiga, berasal dari Allah SWT saja.

Tidak ada lagi kemungkinan selain dari yang tiga ini. Sebab Al Qur’an adalah khas Arab, baik dari segi bahasa maupun gayanya.

Kemungkinan pertama yang mengatakan bahwa Al Qur’an adalah karangan orang Arab merupakan kemungkinan yang tertolak. Dalam hal ini Al Qur’an sendiri telah menentang mereka untuk membuat karya yang serupa. Sebagaimana tertera dalam ayat :

قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ

Katakanlah: ‘Maka datangkanlah sepuluh surat yang (dapat) menyamainya” (Q.S. Huud (11) : 13).

Di dalam ayat lain :

قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ

“Katakanlah: (‘Kalau benar apa yang kamu katakan), maka cobalah datangkan sebuah surat yang menyerupainya” (
Q.S Yunus (10) : 38).

Orang-orang Arab telah berusaha keras mencobanya, akan tetapi tidak berhasil. Ini membuktikan bahwa Al Qur’an bukan berasal dari perkataan mereka. Mereka tidak mampu menghasilkan karya yang serupa, ada tentangan dari Al Qur’an dan usaha dari mereka untuk menjawab tentangan itu. Kemungkinan kedua yang mengatakan bahwa Al Qur’an itu karangan Nabi Muhammad SAW., adalah kemungkinan yang juga tidak dapat diterima oleh akal. Sebab, Nabi Muhammad SAW. adalah orang Arab juga. Bagaimanapun cerdiknya, tetaplah ia sebagai seorang manusia yang menjadi salah satu anggota dari masyarakat atau bangsanya. Selama seluruh bangsa Arab tidak mampu menghasilkan karya yang serupa, maka masuk akal pula apabila Nabi Muhammad SAW. yang juga termasuk salah seorang dari bangsa Arab tidak mampu menghasilkan karya yang serupa. Oleh kerana itu, jelas bahwa Al Qur’an itu bukan karangan Nabi Muhammad SAW.. Terlebih lagi dengan banyaknya hadis shahih yang berasal dari Nabi Muhammad SAW. yang sebagian malah diriwayatkan lewat cara yang tawatur, yang kebenarannya tidak diragukan lagi. Apabila setiap hadis dibandingkan dengan ayat manapun dalam Al Qur’an, maka tidak akan dijumpai adanya kemiripan dari segi gaya bahasanya. Padahal Nabi Muhammad SAW., disamping selalu membacakan setiap ayat-ayat yang diterimanya, dalam waktu yang bersamaan juga mengeluarkan hadis. Namun, ternyata keduanya tetap berbeda dari segi gaya sasteranya. Bagaimanapun kerasnya usaha seseorang untuk menciptakan berbagai macam gaya bahasa dalam pembicaraannya, tetap saja akan terdapat kemiripan antara gaya yang satu dengan yang lain. Kerana semua itu merupakan bagian dari ciri khasnya dalam berbicara. Oleh kerana memang tidak ada kemiripan antara gaya bahasa Al Qur’an dengan gaya bahasa hadis, bererti Al Qur’an itu bukan perkataan Nabi Muhammad SAW. Sebab, pada masing-masing keduanya terdapat perbezaan yang tegas dan jelas. Itulah sebabnya tidak seorang pun dari bangsa Arab, orang-orang yang paling tahu gaya dan sastera bahasa arab, pernah menuduh bahwa Al Qur’an itu perkataan Nabi Muhammad SAW. atau mirip dengan gaya bicaranya. Satu-satunya tuduhan yang mereka lontarkan adalah bahawa Al Qur’an itu dicipta Nabi Muhammad SAW. dari seorang pemuda Nasrani yang bernama Jabr. Tuduhan ini pun telah ditolak keras oleh Allah SWT dalam firman-Nya :

“(Dan) Sesungguhnya Kami mengetahui mereka berkata: ‘Bahwasanya Al Qur’an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad). Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya (adalah) bahasa ‘ajami (bukan-Arab), sedangkan Al Qur’an itu dalam bahasa arab yang jelas” (Q.S. An-Nahl
(16) : 103).

Jika telah terbukti bahwa Al Qur’an itu bukan karangan bangsa Arab, bukan pula karangan Nabi Muhammad SAW., maka sesungguhnya Al Qur’an itu adalah firman Allah, Kalamullah, yang menjadi mukjizat bagi orang yang membawanya.

Nama-nama Al Qur’an

* al-Kitaab (اﻟﻛتاب)bermaksud sebuah kitab berdasarkan firman Allah:

Alif, Laam, Miim. Kitab Al Qur’an ini, tidak ada sebarang syak padanya (tentang datangnya dari Allah dan tentang sempurnanya); ia pula menjadi petunjuk bagi orang-orang Yang (hendak) bertaqwa; (Q.S. al-Baqarah
(2) :1-2)

* al-Furqaan (ﺍﻟﻔﺮﻗﺎﻥ) bermaksud pemisah hak dan batil sebagaimana firman Allah:

Maha berkat Tuhan Yang menurunkan al-Furqaan kepada hambaNya (Muhammad), untuk menjadi peringatan dan amaran bagi seluruh penduduk alam. (Q.S. al-Furqaan
(25) : 1)

* adz-Dzikr (اذﻛﺮ) bermaksud peringatan berdasarkan firman Allah:

Sesungguhnya Kamilah Yang menurunkan Al Qur’an, dan Kamilah Yang memelihara dan menjaganya. (Q.S. al-Hijr
(15) : 9)

* at-Tanzil (ﺍﻟﺘﻨﺰﻳﻞ) bermaksud penurunan. Nama ini diambil sempena firman Allah:

Dan Sesungguhnya Al Qur’an (yang di antara isinya kisah-kisah Yang tersebut) adalah diturunkan oleh Allah Tuhan sekalian alam. (Q.S. Asy-Syuar
aa (26) : 192)

Sifat Al Qur’an

* an-Nuur bermaksud cahaya yang menerangi kegelapan. Al Qur’an disifatkan sebagai nur (cahaya) kerana ia memberikan cahaya keimanan kepada orang yang berada di dalam kegelapan serta kekufuran. Selain itu, Al Qur’an juga menjadi cahaya yang menerangi jiwa orang yang selalu membacanya dan menghayati isi kandungannya. Firman Allah:

Wahai sekalian umat manusia! Sesungguhnya telah datang kepada kamu: Bukti dari Tuhan kamu, dan Kami pula telah menurunkan kepada kamu (Al Qur’an sebagai) Nur (cahaya) Yang menerangi (segala apa jua Yang membawa kejayaan di dunia ini dan kebahagiaan Yang kekal di akhirat kelak). (Q.S. an-Nisaa’ (4) : 174)

* al-Mubiin bermaksud menerangkan sesuatu. Al Qur’an disifatkan sebagai penerang kerana ia menghuraikan ajaran Islam kepada seluruh umat. Firman Allah:

Wahai ahli Kitab! Sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami (Muhammad SAW) Dengan menerangkan kepada kamu banyak dari (keterangan-keterangan dan hukum-hukum) Yang telah kamu sembunyikan dari Kitab suci, dan ia memaafkan kamu (dengan tidak mendedahkan) banyak perkara (yang kamu sembunyikan). Sesungguhnya telah datang kepada kamu cahaya kebenaran (Nabi Muhammad) dari Allah, dan sebuah Kitab (Al Qur’an) Yang jelas nyata keterangannya. (Q.S. al-Maa’idah (5) : 15)

* al-Huda bermaksud petunjuk. Al Qur’an disifatkan sebagai petunjuk kerana ia menunjukkan jalan yang lurus kepada umat manusia. Firman Allah:

Wahai umat manusia! Sesungguhnya telah datang kepada kamu Al Qur’an Yang menjadi nasihat pengajaran dari Tuhan kamu, dan Yang menjadi penawar bagi penyakit-penyakit batin Yang ada di Dalam dada kamu, dan juga menjadi hidayah petunjuk untuk keselamatan, serta membawa rahmat bagi orang-orang Yang beriman. (Q.S. Yunus
(10) : 57)

Bagaimanakah Al Qur’an itu diwahyukan.

Nabi Muhammad SAW. dalam hal menerima wahyu mengalami bermacam-macam cara dan  keadaan. di antaranya:

 1.  Malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW.  tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada  saja dalam kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan: "Ruhul qudus  mewahyukan ke dalam kalbuku", ( Q.S. Asy Syuura
(42) : 51).

2. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar  akan kata-kata itu.

3. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya loceng. Cara inilah yang amat  berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran  keringat, meskipun turunnya wahyu itu di musim dingin yang sangat.  Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat  berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengendarai unta.

 Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit: "Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya wahyu  itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya bercucuran  seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu, barulah beliau  kembali seperti biasa".
 4. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang laki-laki  seperti keadaan no. 2, tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli. Hal  ini tersebut dalam Al Qur’an (Q.S. An Najm (53) : 13-14)

 Artinya: Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya pada kali yang lain (kedua). Ketika  ia berada di Sidratulmuntaha.

Hikmah  diturunkan Al Qur’an secara beransur-ansur

Al  Qur’an diturunkan secara beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22  hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Hikmah Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur itu ialah:

 1. Agar  lebih mudah difahami dan dilaksanakan. Orang tidak akan melaksanakan  suruhan, dan larangan sekiranya suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini disebutkan oleh Bukhari dan riwayat ‘Aisyah r.a.

 2. Di  antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan  permasalahan pada waktu itu. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al Qur’an  diturunkan sekaligus. (ini menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh  dan mansukh).

 3. Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan  lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di hati.

4. Memudahkan penghafalan. Orang-orang musyrik yang telah menayakan mengapa  Al Qur’an tidak diturunkan sekaligus. sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an  ayat (25) Al Furqaan ayat 32, yaitu: mengapakah Al Qur’an tidak diturunkan kepadanya sekaligus · Kemudian dijawab di dalam ayat itu sendiri:  ·demikianlah, dengan (cara) begitu Kami hendak menetapkan hatimu

5. Di  antara ayat-ayat ada yang merupakan jawaban daripada pertanyaan atau  penolakan suatu pendapat atau perbuatan, sebagai dikatakan oleh lbnu‘Abbas r.a. Hal ini tidak dapat terlaksana kalau Al Qur’an diturunkan sekaligus.

Ayat  Makkiyah dan ayat Madaniyah

 Ditinjau  dari segi masa turunnya, maka Al Qur’an itu dibahagi atas dua golongan:

1.  Ayat-ayat yang diturunkan di Mekah atau sebelum Nabi Muhammad SAW.  hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Makkiyyah.

2. Ayat-ayat yang diturunkan di Madinah atau sesudah Nabi Muhammad s.a.w.  hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Madaniyyah.
 Ayat-ayat Makkiyyah meliputi 19/30 dari isi Al Qur’an terdiri atas 86 Q.S., sedang ayat-ayat Madaniyyah meliputi 11/30 dari isi Al Qur’an  terdiri atas 28 Q.S..

 Perbedaan ayat-ayat Makiyyah dengan ayat-ayat Madaniyyah ialah:

1. Ayat-ayat Makkiyyah pada umumnya pendek-pendek sedang ayat-ayat Madaniyyah panjang-panjang; surat Madaniyyah yang merupakan 11/30 dari isi Al Qur’an  ayat-ayatnya berjumlah 1,456, sedang ayat Makkiyyah yang merupakan 19/30  dari isi Al Qur’an jumlah ayat-ayatnya 4,780 ayat.

 Juz 28 seluruhnya Madaniyyah kecuali ayat (60) Mumtahinah, ayat-ayatnya berjumlah 137; sedang juz 29 ialah Makkiyyah kecuali ayat (76) Addahr, ayat-ayatnya berjumlah 431. Surat Al Anfaal dan surat  Asy Syu’araa masing-masing merupakan setengah juz tetapi yang pertama  Madaniyyah dengan bilangan ayat sebanyak 75, sedang yang kedua Makiyyah  dengan ayatnya yang berjumlah 227.

2. Dalam ayat-ayat Madaniyyah terdapat perkataan "Ya ayyuhalladzi na aamanu" dan  sedikit sekali terdapat perkataan ‘Yaa ayyuhannaas’, sedang dalam ayat  ayat Makiyyah adalah sebaliknya.

3. Ayat-ayat Makkiyyah pada umumnya mengandung hal-hal yang berhubungan  dengan keimanan, ancaman dan pahala, kisah-kisah umat yang terdahulu yang  mengandung pengajaran dan budi pekerti; sedang Madaniyyah mengandung  hukum-hukum, baik yang berhubungan dengan hukum adat atau hukum-hukum  duniawi, seperti hukum kemasyarakatan, hukum ketata negaraan, hukum perang,  hukum internasional, hukum antara agama dan lain-lain.

Nama-nama Al Qur’an

Allah  memberi nama Kitab-Nya dengan Al Qur’an yang berarti "bacaan". Arti ini  dapat kita lihat dalam surat  (75) Al Qiyaamah; ayat 17 dan 18 sebagaimana tersebut di atas.

 Nama  ini dikuatkan oleh ayat-ayat yang terdapat dalam surat  (17) Al lsraa’ ayat 88; surat  (2) Al Baqarah ayat 85; surat  (15) Al Hijr ayat 87; surat  (20) Thaaha ayat 2; surat  (27) An Naml ayat 6; surat (46) Ahqaaf ayat 29; surat (56) Al Waaqi’ah  ayat 77; surat  (59) Al Hasyr ayat 21 dan surat (76) Addahr ayat 23.

 Menuru pengertian ayat-ayat di atas Al Qur’an itu dipakai sebagai nama bagi Kalam  Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.

 Selain Al Qur’an, Allah juga memberi beberapa nama lain bagi Kitab-Nya, seperti:

 1. Al  Kitab atau Kitaabullah: merupakan synonim dari perkataan Al Qur’an, sebagaimana tersebut dalam surat  (2) Al Baqarah ayat 2 yang artinya; "Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada  keraguan padanya…." Lihat pula surat  (6) Al An’aam ayat 114.

 2. Al  Furqaan: "Al Furqaan" artinya: "Pembeda", ialah "yang membedakan yang  benar dan yang batil", sebagai tersebut dalam surat (25) Al Furqaan ayat 1 yang artinya: "Maha Agung (Allah) yang telah  menurunkan Al Furqaan, kepada hamba-Nya, agar ia menjadi peringatan kepada  seluruh alam"

 3. Adz-Dzikir. Artinya: "Peringatan". sebagaimana yang tersebut dalamsurat  (15) Al Hijr ayat 9 yang artinya: Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan  "Adz-Dzikir dan sesungguhnya Kamilah penjaga-nya" (Lihat pula surat (16)  An Nahl ayat 44. Dari nama yang tiga tersebut di atas, yang paling masyhur  dan merupakan nama khas ialah "Al Qur’an". Selain dari nama-nama yang tiga  itu dan lagi beberapa nama bagi Al Qur’an. lmam As Suyuthy dalam kitabnya  Al Itqan, menyebutkan nama-nama Al Qur’an, diantaranya: Al Mubiin, Al  Kariim, Al Kalam, An Nuur.

Q.S.-Q.S. dalam Al Qur’an

 Jumlah surat  yang terdapat dalam Al Qur’an ada 114; nama-namanya dan batas-batas  tiap-tiap surat, susunan ayat-ayatnya adalah menurut ketentuan yang  ditetapkan dan diajarkan oleh Rasulullah sendiri (tauqifi).

Sebagian dari surat-surat Al Qur’an mempunyai satu nama dan sebagian yang lain  mempunyai lebih dari satu nama, sebagaimana yang akan diterangkan dalam muqaddimah tiap-tiap surat.

Surat-surat yang ada dalam Al Qur’an ditinjau dari segi panjang dan  pendeknya terbagi atas 4 bagian, yaitu:

 1. ASSAB’UTHTHIWAAL, dimaksudkan, tujuh surat  yang panjang Yaitu: Al Baqarah, Ali Imran, An Nisaa’, Al A’raaf, Al An’aam, Al Maa-idah dan Yunus.

2. Al  MIUUN, dimaksudkan surat-surat yang berisi kira-kira seratus ayat lebih seperti: Hud, Yusuf, Mu’min dsb.

3. Al  MATSAANI, dimaksudkan surat-surat yang berisi kurang sedikit dari seratus  ayat seperti: Al Anfaal. Al Hijr dsb.

 4. AL  MUFASHSHAL, dimaksudkan surat-surat pendek. seperti: Adhdhuha, Al Ikhlas,  AL Falaq, An Nas. dsb.

 Huruf-huruf Hijaaiyyah yang ada pada permulaan surat.

 Di dalam  Al Qur’an terdapat 29 surat  yang dimulai dengan huruf-huruf hijaaiyyah yaitu pada surat-surat:

(1)  Al Baqarah, (2) Ali Imran, (3) Al A’raaf. (4) Yunus, (5) Yusuf, (7) Ar  Ra’ad, (8) lbrahim, (9) Al Hijr, (10) Maryam. (11) Thaaha. (12) Asy  Syu’araa, (13) An Naml, (14) Al Qashash, (15) A1’Ankabuut, (16) Ar Ruum.  (17) Lukman, (18) As Sajdah (19) Yasin, (20) Shaad, (21) Al Mu’min, (22) Fushshilat, (23) Asy Syuuraa. (24) Az Zukhruf (25) Ad Dukhaan, (26) Al Jaatsiyah, (27) Al Ahqaaf. (28) Qaaf dan (29) Al Qalam (Nuun).

 Huruf-huruf hijaaiyyah yang terdapat pada permulaan tiap-tiap surat  tersebut di atas, dinamakan ‘Fawaatihushshuwar’ artinya pembukaan  surat-surat.
Banyak pendapat dikemukakan oleh para Ulama’ Tafsir tentang arti dan maksud  huruf-huruf hijaaiyyah itu, selanjutnya lihat not 10, halaman 8 (Terjemah)

WAHYU itu Jelas datangnya dari Allah SWT. namun tetap kita harus beriman juga kepada Rosul SAW." karena wahyu itu datangnya dari Allah SWT melalui malaikat hingga kepada mereka orang-orang yang beriman dan bertakwa yaitu Nabi dan Rosul SAW." dan semua wahyu-wahyu Allah SWT telah disempurnakan pada Nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW." tiada lain adalah Kitab Suci Al-Qur'an sebagai tuntunan hidup umat manusia sampai akhir zaman.

Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah :

Artinya: Bila Kamu sekalian ragu-ragu terhadap apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (berupa Alquran), buatlah satu surat saja yang sepadan (dengan salah satu surat Alquran) dan panggillah penolong-penolongmu selain Allah bila kamu sekalian benar. Bila kami tidak bisa melakukannya dan pasti tidak akan bisa melakukannya, takutlah kepada api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu, yang disiapkan untuk orang-orang kafir. (
Q.S Al Baqarah(2) : 23-24).

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya

Postingan populer dari blog ini

[DOWNLOAD] KLIPING KEANEKARAGAMAN 34 PROVINSI DI INDONESIA

KERAGAMAN BUDAYA 34 PROVINSI DI INDONESIA Download Kliping keanekaragaman budaya di Indonesia  LINK 1  (word) atau  LINK 2  (pdf) 1.Provinsi Nanggro Aceh Darussalam (NAD) Ibukota nya adalah Banda Aceh Makanan Khas Daerah : Timpan, Masak udang cumi, Gulai Aceh,Daging masak pedas, Korma kambing, Sie Reubeouh cuka, Gulai kepala ikan, Meuseukat, Kanji Rumbi,dll. Tarian Tradisional : Tari Seudati, Tari Saman, Tari Ranup Lam Puan, Tari Meuseukat, Tari Kipah Sikarang Aceh, Tari Aceh Gempar, Tari Mulia Ratep Aceh, Tari Rapai Geleng Aceh, Tari Turun Kuaih Aunen Aceh, Tari Bungong Seulanga Aceh, Tari Seudati Ratoh Aceh, Tari Nayak Padi Aceh, Tari Saman Jaton Aceh, Tari Kipah Sitangke Aceh, Tari Dodaidi Aceh, Tari Likok Puloe Aceh, Tari Didong Gayo Aceh, Tari Tarek Pukat Aceh, Tari Aceh Ek U Gle, Tari Aceh Dara Meukipah Tari Aceh Top Pade.  Rumah Adat : Rumoh Aceh, Rumah Krong Pade atau Berandang Senjata Tradisional : Rencong, Sikin Panyang, Klewang dan Peudeung oon Teubee. Lagu

Allah Berbeda Dengan Makhluknya serta dalilnya

Berbeda dengan MakhlukNya Dalam Ilmu Tauhid disebut Mukhalafatu Lil Hawadits Sifat Allah ini artinya adalah Allah berbeda dengan ciptaanNya. Itulah keistimewaan dan Keagungan Allah SWT. Allah itu berbeda dengan makhluk ciptaanNya sangat mustahil. Jika Allah itu sama dengan ciptaanNya jika Allah itu sama maka manusia tidak perlu menyembah dengan sholat 5 kali sehari semalam. Dasar Pemahaman Secara Logis ( Dalil Aqli ) Allah pasti berbeda dengan makhlukNya. Dia memiliki nama nama yang indah dan gelar “Maha” Maha Kuasa, Maha sempurna dsb. Sedang MakhlukNya memiliki sangat banyak keleMahan dan keterbatasan yang tidak mungkin dimiliki oleh Allah. Sungguh tidak pantas Makhluk yang banyak keleMahannya di sejajarkan dengan Allah. Apalagi disamakan tentulah itu sangat tidak mungkin. Jika Tuhan pencipta alam semesta ini sama dengan MakhlukNya pasti dia bukan Allah. Tapi dia adalah makhlukNya yang memiliki sifat   Rusak, hancur binasa, dsb. Padahal Allah yang sebenar – benarnya dan

Pengertian Adil dan dalilnya

menurut wikipedia indonesia Adil berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus. Secara terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang yang adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum positif (hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku. Dengan demikian, orang yang adil selalu bersikap imparsial, suatu sikap yang tidak memihak kecuali kepada kebenaran. Bukan berpihak karena pertemanan, persamaan suku, bangsa maupun agama. Penilaian, kesaksian dan keputusan hukum hendaknya berdasar pada kebenaran walaupun kepada diri sendiri, saat di mana berperilaku adil terasa berat dan sulit. Kedua, keadilan adalah milik seluruh umat manusia tanpa memandang suku, agama, status jabatan ataupun strata sosial. Ketiga, di bidang yang selain persoalan hukum, keadilan bermakna bahwa seseorang harus dapat membuat penilaian obyektif dan kritis k